Pedoman Beracara di Lingkungan Pengadilan Agama Tanjung Balai Karimun
Pedoman Umum
Permohonan (Volunter)
1) Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama di tempat tinggal Pemohon secara tertulis yang ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya yang sah (Pasal 6 ayat (5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
2) Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah, permohonan tersebut dicatat oleh Ketua atau Hakim yang ditunjuk (Pasal Pasal 144 RBg / 120 HIR).
3) Permohonan didaftarkan dalam buku register dan diberi nomor perkara setelah Pemohon membayar panjar biaya perkara yang besarnya sudah ditentukan oleh Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah (Pasal 145 ayat (4) RBg / Pasal 121 ayat (4) HIR).
4) Perkara permohonan harus diputus oleh Hakim dalam bentuk penetapan.
5) Pengadilan Agama/mahkamah syar’iyah berwenang memeriksa dan mengadili perkara permohonan sepanjang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau jika ada kepentingan hukum.
6) Jenis-jenis permohonan yang dapat diajukan melalui Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah antara lain:
a) Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua (Pasal 50 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan).
b) Permohonan pengangkatan wali/pengampu bagi orang dewasa yang kurang ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun (Pasal 262 RBg / Pasal 229 HIR ).
c) Permohonan dispensasi kawin bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun (Pasal 7 ayat (2) Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974).
d) Permohonan izin kawin bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun (Pasal 6 ayat (5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
e) Permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh kedua suami isteri.
f) Permohonan pengangkatan anak (Penjelasan Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
g) Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit (arbiter) oleh karena para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit (arbiter) (Pasal 13 dan 14 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).
h) Permohonan sita atas harta besama tanpa adanya gugatan cerai dalam hal salah satu dari suami isteri melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros dan sebagainya (Pasal 95 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam).
i) Permohonan izin untuk menjual harta bersama yang berada dalam status sita untuk kepentingan keluarga (Pasal 95 ayat (2) Kompolasi Hukum Islam).
j) Permohonan agar seseorang dinyatakan dalam keadaan mafqud (Pasal 96 ayat (2) dan Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam).